Ibu Mira terlihat sedang gelisah. Ia berkata, "Suami saya mendidik anak
kami dengan pendidikan ala militer di rumah..wajar saja karena orangtuanya dulu
adalah seorang tentara dan suami sejak kecil memang dididik
dengan cara militer oleh ayahnya. Ada positif dan negatifnya sih, cuma kadang saya jadi
cemas ... takut
anak kami malah jadi ketakutan dengan ayahnya. Akhirnya malah jadi anak penakut atau malah jadi anak yang
menyelesaikan masalah dengan kekerasan. Bagaimana solusinya?"
Ungkapan Ibu Mira di atas menunjukkan bahwa telah
terjadi ketidaksepakatan antara Ibu Mira dan suami dalam hal menerapkan pola
didik terhadap anak. Sang suami ingin menerapkan pendidikan ala militer yang
menurutnya baik untuk pembelajaran anak, namun Ibu Mira justru merasa khawatir
dengan pola didik anak yang tegas seperti itu. Ya, Ibu Mira merasa kasihan dan
tidak tega dengan si anak. Disamping juga khawatir dengan efek negatif dari
pola didik ala militer.
Berbicara tentang menerapkan pola asuh yang terbaik
untuk anak, terkadang sering terjadi beda pendapat antara ayah dan ibu dalam
memilih pola didik yang terbaik untuk anak. Mengapa? Karena secara psikologi
terdapat perbedaan antara ayah dan ibu. Biasanya seorang ayah mempunyai sifat
yang tegas dan disiplin, sedangkan seorang ibu mempunyai sifat yang penuh
kelembutan, sering merasa kasihan dan tidak tega dengan si anak.
Lalu bagaimana agar ayah dan ibu bisa sepakat dalam
memilih pola didik yang terbaik untuk anak?
Sebelumnya ayah dan ibu sama-sama harus mencari ilmu
tentang beberapa tipe pola asuh untuk anak. Agar ayah dan ibu memahami sisi
positif dan negatif tipe pola asuh yang ada. Ketika sudah mempelajari ilmu pola
asuh tadi, ayah dan ibu sudah bisa memilih kira-kira mana yang bisa diterapkan
kepada si anak. Pola asuh yang dipilih hendaknya yang memberikan rasa nyaman
pada anak. Karena jika anak merasa nyaman dengan pola didik ayah dan ibu, maka
anak akan mengalami perkembangan yang baik.
Sebagai contoh tipe pola asuh yang membuat rasa nyaman
pada anak adalah tipe supportive
dimana terjadi komunikasi dua arah antara orangtua dan anak. Anak memberikan
pendapatnya, orangtua mendengar pendapat si anak kemudian memberi tanggapan.
Tanggapan yang diberikan bisa berupa teguran yang positif, bisa juga berupa
pemberian semangat dan juga mengarahkan perilaku anak.
Bagaimana jika tidak terjadi kesepakatan antara ayah
dan ibu? Seperti contoh Ibu Mira diatas ketika suami menginginkan pola asuh
anak yang tegas dan disiplin ala militer, terkadang si anak menjadi kurang
nyaman dengan pola asuh sang ayah. Sehingga bisa saja si anak menjadi kaku,
keras, dan bahkan bisa menjadi seorang yang pendendam. Bukan tidak mungkin jika
di kemudian hari ia menirukan perilaku militer sang ayah kepada teman di
lingkungannya.
Solusi yang bisa diambil jika memang si ayah tetap
memilih pola didik ala militer maka si ibu harus bisa mengimbangi dengan pola
didik yang supportive. Sebagai contoh, ayah membuat peraturan
harus bangun pagi-pagi supaya tidak terlambat beribadah sholat subuh dan jika
terlambat bangun pagi akan dikenai hukuman membereskan kamar, maka sang ibu
bisa men-support anak dengan mengajak anak tidur
tidak terlalu malam agar esok paginya si anak tidak terlambat bangun pagi untuk
beribadah sholat subuh. Dengan demikian anak akan merasa tidak tertekan dan
tetap merasa nyaman dengan pola asuh ayahnya.
Betapa pentingnya pola asuh terhadap perkembangan anak,
maka orangtua perlu bijak dalam memilih tipe pola asuh yang akan diterapkan
pada anak. Hendaknya orangtua sepakat memilih yang terbaik demi tumbuh kembang
anak. Namun jika tidak terjadi kesepakatan, orangtua masih bisa mencarikan
jalan terbaik agar anak tetap nyaman berada dalam pola asuh orangtua meskipun
pada dasarnya tidak terjadi kesepakatan antara ayah dan ibu dalam memilih pola
asuh.
Yuk, sepakat dan bijak memilih pola asuh anak!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar