Selasa, 17 Mei 2016

Teori Dan Praktek Orangtua, Sejalankah?



Sering dijumpai beberapa orangtua yang mengeluh jika si anak tidak menuruti perkataan mereka. Sebagai contoh ketika orangtua menyuruh anak belajar atau melakukan ibadah sholat. Seringkali anak mengelak dengan mengatakan “Sebentar ma ... sebentar pa ....” atau “Nanti aja ya ma ....”. Contoh lain misalnya ketika menjumpai si anak yang mempunyai sifat pemarah atau kasar. Ketika orangtua memberi nasehat, Nak, jangan mudah marah ... belajarlah bersabar,” atau “bersikaplah lembutlah ...” Kira-kira bagaimana respon si anak? Apakah mereka menuruti perkataan orangtuanya atau justru membantah?

Yang seringkali terjadi adalah anak tidak mendengarkan perkataan orangtua.  Mengapa? Karena anak selalu melihat bahwa apa yang dikatakan orangtuanya tidak sejalan dengan apa yang dilakukan orangtua. Dengan kata lain teori dan praktik orangtua tidak sejalan. Benarkah demikian?

Ketika orangtua melihat kamar si anak berantakan, kemudian memanggil si anak dan berkata,Nak, kamar kamu kotor sekali..tidak rapi, banyak barang berantakan. Kalau berantakan seperti ini tidak bagus dipandang, nanti mencari barang yang kamu perlukan susah dicari, bisa jadi sarang nyamuk! Ayo, nak ... bersihkan sekarang juga ya, .kalau sampai jam dua belas siang nanti belum kamu rapikan, kamu enggak boleh main di luar!” Nah, sekarang kira-kira bagaimana tanggapan si anak?

Pasti si anak akan menjawab, “sebentar ma .. .bereskan kamarnya besok-besok aja ma. Aku sedang baca buku komik nih...”. Lain halnya jika orangtua mengajak anak membersihkan kamar disertai dengan tindakan nyata ikut membersihkan kamar si anak, ikut mengatur kamar bersama si anak. Pasti anak akan merasa senang melihat kamarnya  yang lebih bagus, lebih rapi, lebih bersih hasil dari kerja kerasnya bersama orangtua. Sehingga akhirnya anak menjadi yakin jika teori kamar bersih yang dikatakan orangtua adalah benar adanya.
Ketika orangtua mengajak anak untuk ibadah sholat, jika orangtua hanya menyuruh sholat dengan memberikan  teori jika sudah melakukan sholat, hati akan tenang, rezeki, dan kebaikan akan datang dan sebagainya. Tanpa melakukan praktik sholat, maka mustahil jika anak akan dengan senang hati melakukan sholat. Namun ketika orangtua menyuruh sholat sekaligus melakukannya, maka anak akan dengan senang hati melakukan sholat karena orangtuanya sudah memberi contoh untuk melakukan sholat.

Menghadapi anak yang mempunyai sifat pemarah atau pun kasar, pasti penyebab utamanya karena si anak pernah melihat orangtua sedang marah-marah dan bersikap kasar di hadapannya. Dan itulah yang ia contoh. Jika memberi teori kepada anak bahwa sifat pemarah dan kasar adalah sifat yang tidak baik yang dapat menyebabkan hati tidak tenang dan dapat menghancurkan hubungan persahabatan, tanpa disertai tindakan orangtua yang mengendalikan diri dari amarah dan bersikap kasar, maka si anak akan dengan mudahnya mengelak. Mereka berpikiran, “mama-papa aja sering marah-marah, kenapa aku enggak boleh marah?”


Teori dan praktik seringkali tidak sejalan. Yang sering terjadi orangtua hanya mengungkapkan teorinya saja tanpa disertai dengan praktiknya. Yuk, para orangtua mulai saat ini belajar menempatkan teori dan praktik berjalan beriringan. Agar ilmu yang kita berikan kepada anak dapat diterima dan diterapkan dengan baik oleh anak. Tanpa anak harus mengatakan, “ah ayah, ibu ... itu cuma teori!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar