Sering dijumpai beberapa orangtua yang mengeluh jika
si anak tidak menuruti perkataan mereka. Sebagai contoh ketika orangtua
menyuruh anak belajar atau melakukan ibadah sholat. Seringkali anak mengelak
dengan mengatakan “Sebentar ma ... sebentar pa ....” atau “Nanti aja ya ma ....”. Contoh lain misalnya
ketika menjumpai si anak yang mempunyai sifat pemarah atau kasar. Ketika
orangtua memberi nasehat, “Nak, jangan mudah marah ... belajarlah bersabar,” atau “bersikaplah lembutlah ...” Kira-kira bagaimana
respon si anak? Apakah mereka menuruti perkataan orangtuanya atau justru
membantah?
Yang seringkali terjadi adalah anak tidak mendengarkan
perkataan orangtua. Mengapa? Karena anak
selalu melihat bahwa apa yang dikatakan orangtuanya tidak sejalan dengan apa
yang dilakukan orangtua. Dengan kata lain teori dan praktik orangtua tidak sejalan.
Benarkah demikian?
Ketika orangtua melihat kamar si anak berantakan,
kemudian memanggil si anak dan berkata, “Nak, kamar kamu kotor sekali..tidak
rapi, banyak barang berantakan. Kalau berantakan seperti ini tidak bagus dipandang, nanti mencari barang yang
kamu perlukan susah dicari, bisa jadi sarang nyamuk! Ayo, nak ... bersihkan sekarang juga ya, .kalau sampai jam dua
belas siang nanti belum kamu rapikan, kamu enggak boleh main di luar!” Nah, sekarang kira-kira
bagaimana tanggapan si anak?
Pasti si anak akan menjawab, “sebentar ma .. .bereskan kamarnya
besok-besok aja ma. Aku sedang baca buku komik nih...”. Lain halnya jika orangtua
mengajak anak membersihkan kamar disertai dengan tindakan nyata ikut
membersihkan kamar si anak, ikut mengatur kamar bersama si anak. Pasti anak
akan merasa senang melihat kamarnya yang
lebih bagus, lebih rapi, lebih bersih hasil dari kerja kerasnya bersama
orangtua. Sehingga akhirnya anak menjadi yakin jika teori kamar bersih yang
dikatakan orangtua adalah benar adanya.
Ketika orangtua mengajak anak untuk ibadah sholat,
jika orangtua hanya menyuruh sholat dengan memberikan teori jika sudah melakukan sholat, hati akan
tenang, rezeki, dan kebaikan akan datang
dan sebagainya. Tanpa melakukan praktik sholat, maka mustahil jika anak
akan dengan senang hati melakukan sholat. Namun ketika orangtua menyuruh sholat
sekaligus melakukannya, maka anak akan dengan senang hati melakukan sholat
karena orangtuanya sudah memberi contoh untuk melakukan sholat.
Menghadapi anak yang mempunyai sifat pemarah atau pun
kasar, pasti penyebab utamanya karena si anak pernah melihat orangtua sedang
marah-marah dan bersikap kasar di hadapannya. Dan itulah yang ia contoh. Jika
memberi teori kepada anak bahwa sifat pemarah dan kasar adalah sifat yang tidak
baik yang dapat menyebabkan hati tidak tenang dan dapat menghancurkan hubungan
persahabatan, tanpa disertai tindakan orangtua yang mengendalikan diri dari
amarah dan bersikap kasar, maka si anak akan dengan mudahnya mengelak. Mereka
berpikiran, “mama-papa aja sering
marah-marah, kenapa aku enggak boleh marah?”
Teori dan praktik seringkali tidak sejalan. Yang
sering terjadi orangtua hanya mengungkapkan teorinya saja tanpa disertai dengan
praktiknya.
Yuk, para
orangtua mulai saat ini belajar menempatkan teori dan praktik berjalan beriringan.
Agar ilmu yang kita berikan kepada anak dapat diterima dan diterapkan dengan
baik oleh anak. Tanpa anak harus mengatakan, “ah ayah, ibu ... itu cuma teori!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar